
Jika ada sebuah film dengan adegan yang tak bisa saya lupakan meskipun sudah lewat setahun, film itu adalah Edge of Love. Pertama kali menonton film ini tahun lalu di festival film pendek, MFW. Edge of Love berhasil membuat mata saya terbelalak menyaksikan adegan penutupnya. Film yang disutradarai oleh Takuya Matsumoto ini sukses memberi saya adegan yang bahkan sampai saat ini masih saya ingat.
Edge of Love bercerita tentang seorang perempuan bernama Masako yang tak pernah merasakan jatuh cinta. Semua teman-temannya berupaya menjodohkannya tapi hal tersebut tak pernah berhasil. Suatu hari Masako mendatangi acara ulang tahun temannya dan di sana ia bertemu dengan laki-laki yang membawa katana, sebuah pedang ala Jepang yang biasa dibawa seorang samurai. Pandangan Masako tertuju pada katana itu tapi teman-temannya mengira bahwa ia jatuh cinta dengan laki-laki pemilik katana.
Siang berlalu dan malam pun berlalu. Masako kian tak bisa melupakan katana itu, singkatnya ia jatuh cinta dengan benda itu. Ia rela membeli banyak katana sejenis, berniat menukarnya, bahkan ingin membayarnya berapapun harganya, tapi dia gagal, si pemilik katana tak mengijinkannya. Masako akhirnya mencuri katana itu, melarikannya, menikahinya, dan bahkan menyetubuhinya saat malam pertamanya.
Menonton edge of love membuat saya melihat Bali dari sudut pandang yang lain. Terlepas dari relasi seksual dengan katana, di Bali terdapat juga kepercayaan dimana keris dijadikan sebuah simbol laki-laki. Perkawinan keris atau kawin keris di Bali sudah terjadi sejak zaman dahulu dan masih bisa kita jumpai bahkan sampai sekarang.
Perkawinan keris dalam dimensi Agama Hindu dan Hukum Adat Bali dilakukan oleh karena terjadi peristiwa dimana seorang perempuan hamil tidak ada laki-laki yang mengakuinya. Setelah hamil laki-laki tersebut ingkar janji mengawininya secara sah. Untuk mencegah agar desa pakraman tidak cemar, demikian juga perempuan dan bayinya, maka diputuskan untuk mengawinkannya dengan keris sebagai simbol laki-laki.
Di film Edge of Love. Samurai tidak hanya dilihat sebagai simbol laki-laki, tapi lebih pada sebuah objek seksual dan simbol cinta di level yang lain, yang membuatnya bergairah dan tak jarang pula membahayakan serta berujung pada kematian.
Masako digambarkan sebagai seorang perempuan yang mengidap objektofilia, atau hasrat manusia yang memiliki ketertarikan seksual berlebih terhadap sebuah objek. Di film ini, Takuya Matsumoto menampilkan Jepang dari berbagai hal mulai dari tingkah polah masyarakatnya, pakaian adat, samurai, bahkan hingga nasionalismenya.
Yang masih melekat kuat dalam ingatan saya saat Masako menyetubuhi katana tersebut, kamera dari atas mengarah ke bawah. Dipadu dengan sprei berwarna putih, darah yang keluar dari tubuh Masako membentuk lingkaran merah seperti bendera jepang. Ia telungkup, memeluk pedang samurai, dengan latar putih berlingkar merah di bagian dalamnya.
Edge of Love
Takuya Matsumoto/ Japan / 2019 / Fiction / 24:55